Akhir-akhir ini, kesehatan mental menjadi perbincangan
hangat di kalangan masyarakat. Entah itu antara orang tua dengan orang tua
lainnya, remaja satu dengan remaja lainnya, ibu dengan anak, atau ayah dengan
anak. Beberapa tahun ke belakang, kesehatan mental masih dianggap tabu dan masyarakat
menganggap bahwa jika seseorang berbicara tentang kesehatan mentalnya, orang
tersebut merupakan orang sakit jiwa.
Satu hal yang perlu diingatkan dan dipastikan adalah
kesehatan mental bukan merupakan pertanda bahwa kamu teganggu jiwanya. Kesehatan
mental lebih luas lingkupnya dibanding dengan sakit jiwa.
Berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2014, kesehatan jiwa
ialah kondisi ketika individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,
dan sosial sehingga menyadari kemampuan yang dimiliki untuk mengatasi tekanan,
dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya.
Kesehatan mental biasanya ditangani oleh mereka yang
bekerja sebagai Psikolog ataupun Psikiater yang pastinya sudah bersarjana dan
memiliki lisensi atas pekerjaan tersebut.
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang merasa tidak
sehat dalam kondisi mental. Faktor tersebut biasa terdapat pada lingkungan
pasien tersendiri, contoh keluarga, teman, masyarakat sekitar, atau bahkan
dirinya sendiri.
Selain itu, masih banyak masyarakat yang belum bisa
membedakan mana gangguan mental ringan dengan gangguan mental berat. Arah pemikiran
mereka hanyalah, jika kamu memiliki perasaan gundah gulana, tak bisa tidur
nyenyak, gelisah, dan ingin menangis terus menerus, kamu memiliki depresi.
Padahal, jika belum melakukan pemeriksaan secara psikis yang dilakukan oleh
psikiater atau psikolog, kamu tidak bisa memberi kesimpulan tersebut. Sebagai
pasien atau seseorang yang merasakan hal tersebut, sangat dilarang untuk
melakukan self diagnosis atau dalam Bahasa Indonesia disebut mendianogsa
diri sendiri berdasarkan sumber yang diperoleh secara pribadi.
Sejak tahun 2018 kemarin, sudah banyak masyarakat yang
mulai peduli tentang kesehatan mental mereka. Mereka mulai sadar bahwa
kesehatan mental merupakan jantung bagi kehidupan mereka dan sudah sepatutnya
bahwa jantung harus dijaga.
Belajar dari kasus kematian Kim Jonghyun, seorang
artis yang populer dengan nama Jonghyun, yang memutuskan untuk mengakhiri
hidupnya di akhir tahun 2017.
Jonghyun yang juga merupakan member dari boygroup Shinee
memutuskan untuk mengakhiri hidupnya pada tanggal 18 Desember 2017. Diduga kuat
bahwa Jonghyun mengalami depresi atau kesehatan mental yang terganggu. Mungkin untuk
sebagian orang, kematian yang disebabkan karena depresi merupakan hal yang
dianggap aneh, tetapi nyatanya tidak. Kematian yang disebabkan oleh depresi,
merupakan kematian yang sekaligus akan menjadi penyesalan bagi keluarga dan
sahabat karena kurang membagi ruang dengan korban.
Kalian tidak bisa berucap bahwa hanya mereka yang
sudah berumur yang bisa memiliki gangguan kesehatan mental, karena pada
nyatanya banyak sekali remaja bahkan anak-anak yang sudah mengalami gangguan
kesehatan mental.
Berdasarkan data yang dikelola Samaritans of Singapore
(SOS) tercatat ada 400 kasus bunuh diri yang setiap tahunnya selalu meningkat. Selain
itu, rentangan usia yang melakukan bunuh diri berusia 10 sampai 29 tahun.
Evan Low, seorang remaja laki-laki asal Singapura
memutuskan untuk mengakhiri hidupnya diusia 11 tahun. Alasannya terdengar biasa
saja untuk mereka, tetapi tidak untuk Evan. Evan sering dikucilkan oleh
temannya, menyebabkan dirinya terluka dan menganggap bahwa apa yang dikatakan
temannya adalah benar.
Jika diandaikan, psikis itu seperti air. Tenang,
tetapi sekali terhentak, maka akan terus membentuk gelombang. Kalian tidak bisa
memprediksi air. Dalam istilah kuno, air merupakan ciri kehidupan dan psikis bisa
diibaratkan seperti air.
Kesehatan mental tidak bisa lagi dianggap tabu,
dianggap remeh, dianggap sebelah mata, dan dianggap guyonan. Kesehatan mental merupakan
bagian dari kehidupan manusia.
Dengan hanya menjadi pendengar, kalian bisa membuktikan
bahwa masih ada yang peduli.
Dengan hanya menjadi sandaran, kalian bisa memberikan harapan untuk dia.
Dengan hanya memberi pelukan, kalian bisa menyelamatkan mereka.
Berhenti membanding, belajar mendukung.
Berhenti acuh, belajar peduli.
Berhenti berlari, istirahat sejenak tak apa.
Jika salah satu dari kalian mengalami hal ini, hubungi
yang terdekat.
Hubungi yang kalian anggap dekat,
Hubungi yang kalian anggap tanggap.
Lekas sembuh.
Tak apa merasa lelah,
karena pada akhirnya kita bukan apa-apa.
Azizah, Ula I., and Andy M. Jaya. "Ruang Publik Untuk Kesehatan Mental Masyarakat Perkotaan." Jurnal Sains dan Seni ITS, vol. 5, no. 2, 2016, doi:10.12962/j23373520.v5i2.18513.
https://www.liputan6.com/lifestyle/read/4354749/pesan-dari-para-ibu-yang-anaknya-meninggal-kerena-bunuh-diri
Wijaya, Yeni D. "Kesehatan Mental di Indonesia : Kini dan Nanti." Buletin Jagaddhita, vol. 1, no. 1, 18 Feb. 2019, pp. 1-4.
Comments
Post a Comment